KULON PROGO, konsikaku.blogspot.com- Seperti pekan biasanya, para penggiat dan pemerhati lingkungan Kulon Progo yang tergabung komunitas Jejaring LHK-KP mengadakan KulWA (istilah untuk kuliah atau diskusi online via grup WhatsApp-red). Pada Sabtu (28/9/2019) atau malam minggu kemarin, tema yang dibahas yaitu keanekaragaman jenis ikan dan habitat sungai.
Narasumber KulWA adalah Irwanjasmoro, salah satu relawan Wild Water Indonesia (WWI) Region Yogyakarta. Sebagai moderatornya Arie Budiyarto, S.Si.,M.Env Policy & Mgt, staff Bidang Tata Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kulon Progo.
Irwan menjelaskan keanekaragaman hayati merupakan identitas dari sebuah habitat, baik habitat makro maupun mikro. Hal ini berlaku pula pada sungai sebagai sebuah habitat. Ikan sebagai salah satu keanekaragaman hayati juga merupakan identitas dari sebuah habitat sungai.
“Sistem sungai secara umun dapat dikategorikan sebagai makrohabitat yang bisa dibagi menjadi banyak mikrohabitat. Misalnya sungai serang yang berhulu di Pegunungan Menoreh dan bermuara di Samudera Indonesia. Sebagai makrohabitat, sungai serang dapat dibagi dalam beberapa mikrohabitat atau bagian habitat yang lebih kecil”jelasnya.
Bagian sungai sebagai mikrohabitat ikan ini dapat dibagi/ dipisahkan secara fisik. Misalnya dipisahkan oleh air terjun yang tidak bisa dilewati ikan secara 2 arah. Dam/ bendungan juga bisa menjadi barrier/ pemisah dari mikrohabitat satu dengan yang lain. Pemisah mikrohabitat ini bisa juga berupa parameter air sungai seperti suhu atau pH. Pemisah lain dapat berupa kecepatan arus, kedalaman ataupun substrat/material di dasar sungai.
“Perbedaan-perbedaan tersebut bisa menyebabkan keanekaragaman ikan menjadi berbeda di bagian-bagian ruas sungai/mikrohabitat meskipun secara umum berada di makrohabitat/sungai yang sama. Faktor inilah yang kemudian menjadi bahan pertimbangan ketika melakukan praktek restocking. Sekaligus menjadi dasar mengapa memindah/merelokasi ikan sebaiknya tidak dilakukan secara asal tanpa pertimbangan kesesuaian jenis ikan dan habitatnya”lanjutnya.
Ikan di hilir belum tentu cocok ketika berada di hulu, meskipun masih berada di sungai/makrohabitat yang sama. Ikan di bagian sungai yang dalam akan berbeda dengan ikan yang di bagian dangkal. Substrat yang berbeda atau kecepatan arus air yang berbeda juga akan mempengaruhi keanekaragaman jenis ikan di dalamnya.
Dedy Kunardi, salah satu peserta diskusi menanyakan terkait eksistensi ikan lele jawa (lokal) saat ini dengan masuknya lele dumbo di perairan sungai.
“Lele lokal secara umum kelimpahannya masih cukup banyak. Hanya saja tidak merata di semua sungai. Umumnya di sungai berarus lemah dengan banyak vegetasi riparian/sungai tanpa bangket beton” jawab Irwan.
Sungai sebagai habitat ikan akan lebih memiliki daya dukung ketika kanan kirinya tidak dibeton. Hal tersebut dikarenakan vegetasi riparian atau tumbuhan yang hidup di perbatasan habitat air dan darat merupakan bagian penting ekologi sungai. Bahkan, rumput / ilalang di pinggir sungai bisa memberi manfaat besar bagi ikan dan organisme lain, misalnya sebagai tempat bersembunyi ikan kecil dan udang dari serangan predator. Selain itu, juga memiliki manfaat mengikat tanah agar tidak mudah terbawa aliran air dan menjadi sedimen di hilir.
Sementara, Asmorowati, S.Pi.,M.Sc.,M.Eng Kepala Seksi Pemberdayaan Nelayan Kecil Bidang Pemberdayaan Nelayan Kecil dan Pengelolaan Pelelangan Ikan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kulon Progo menanyakan terkait restocking yang menjadi agenda dinas tahunan.
“Apakah ada panduan bagi kami, kajian makro dan mikrohabitat sungai-sungai di Kulon Progo” tanyanya.
Irwan menjawab ada baiknya melakukan penelitian singkat mengenai titik untuk melakukan restocking. Tentu berguna untuk mengetahui keanekaragaman dan kelimpahan jenis ikan di titik tersebut. Hal lain yang bisa digali adalah sejarah keanekaragaman ikan di titik tersebut jika saat ini telah ada ikan yang punah lokal ataupun ada jenis ikan baru yang ditemukan. (Konsika Kulon Progo/Mas Pardy)
No comments:
Post a Comment