KULON PROGO,
konsikaku.blogspot.com- Jerami atau yang dalam bahasa jawanya sering disebut damen bagi sebagian orang dianggap
sebagai sampah yang tak bernilai ekonomi. Bahkan, jika jumlahnya banyak dan
menumpuk di arel persawahan kemudian dibakar.
“Kadang yang menjadi masalah di
lahan pertanian adalah pembakaran jerami. Biasanya banyak dijumpai di Masa
Tanam (MT) pertama” kata Sudaryono mengawali ceritanya saat diskusi bersama komunitas
Jejaring LHK-KP pada Sabtu (26/10/2019) lalu.
Dipandang dari perspektif
pertanian, pembakaran jerami memang menambah unsur hara mikro, tetapi kalau dari
perspektif lingkungan sebenarnya tidak baik sebab menimbulkan pencemaran. Terlebih
lagi apabila pembakaran jerami lokasinya dekat dengan areal permukiman yang
tidak semuanya berprofesi sebagai petani. Hal tersebut justru bisa memicu
terjadinya konflik.
“Sebenarnya jerami bukan jadi
masalah yang sulit untuk mengatasi. Contohnya, bisa difermentasi untuk pakan
ternak. Tetapi, yang jadi kendala kebiasaan para peternak ketika banyak pakan
daun hijauan maka keberadaan jerami justru dikesampingkan. Padahal dari segi
ekonomis lebih menguntungkan dengan model pakan dari fermentasi jerami” ujar
pria yang akrab disapa Mas Sudar tersebut.
Sudaryono (paling kiri) sedang memberikan penjelasan pada kelompok warga beberapa waktu lalu. (Foto: Sudar)
Warga pedukuhan Karangasem Desa
Sidomulyo Kecamatan Pengasih Kabupaten Kulon Progo tersebut menambahkan untuk
merubah kebiasaan dari memberi ternak berupa pakan daun hijauan ke pakan
fermentasi memang cukup sulit. Sebab, belum seluruh peternak mengetahui
keuntungannya.
“Kalau ada masalah ternak yang tidak
mau memakan jerami fermentasi saya siap bertukar pengalaman. Pakan ternak dari
fermentasi jerami juga tidak mempengaruhi reproduksi. Saya dari tahun 2008 sudah
mengandalkan pakan fermentasi bahkan pernah saya cobakan ke sapi perah. Hasil susu
nya pun tetap meningkat” tandasnya.
Menurut Sudar, model fermentasi
jerami tekniknya bermacam-macam. Ada yang hanya menggunakan garam, ada yang
menggunakan campuran EM 4 tetes tebu, bahkan ada yang memakai urea.
“Yang paling aman adalah yang
tidak menggunakan urea. Dengan bahan selain urea, apabila pagi dilakukan proses
fermentasi maka sore harinya dapat langsung dikasihkan untuk makan ternak dan tidak
perlu menunggu hingga 21 hari” lanjut salah satu penggiat lingkungan yang
tergabung dalam komunitas Jejaring Pengelola Sampah Mandiri (JPSM) Merti Bawana
Asri Kulon Progo tersebut.
Keuntungan lain dari fermentasi ialah
dapat menyimpan makanan ternak dalam waktu yang cukup lama dan dapat bertahan
dalam kurun sekitar 4-6 bulan. Selain itu, jika sudah terbiasa maka nafsu makan
ternak pun akan kian meningkat. (Konsika Kulon Progo/Mas Pardy)
No comments:
Post a Comment